Minggu, 21 Oktober 2012

TUGAS IBD


1.       Selidiki kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di lingkungan anda, berikan pendapat tentang nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan tersebut !

 

Menurut saya di daerah tempat tinggal saya tidak ada kebiasaan-kebiasaan yang aneh. Saya sudah sejak dulu tinggal di dalam sebuah komplek yang orang-orangnya berasal dari berbagai macam daerah dan mempunyai berbagai macam budaya. Saya akan menceritakan kebiasaan yang sering di lakukan oleh orang-orang terutama bapak-bapak di lingkungan atau RT saya. Biasanya bapak-bapak di lingkungan saya suka mengadakan karaoke bersama. Mereka melakukan kegiatan tersebut 2 bulan sekali. Biasanya mereka akan mendirikan tenda kecil untuk kegiatan tersebut. Mereka akan mengeluarkan kursi-kursi, organ, mic, sound system kecil dan lain-lain untuk acara tersebut. Biasanya acara tersebut di adakan di depan salah satu rumah warga. Acara tersebut di adakan malam hari hingga pagi mungkin sekitar jam 2an pagi. Bapak-bapak tersebut akan bergantian menyanyi, dan ada pula yang akan bermain organ. Mereka akan bernyanyi berbagai jenis lagu mulai dari dangdut, pop, rock, jazz, dan lain-lain. Tidak hanya itu mereka juga akan menyanyikan lagu dari berbagai era dan bahasa, mulai dari lagu tahun 70an hingga lagu yang baru seperti butiran debu dan someone like you juga di nyanyikan oleh mereka. Yang mengikuti kegiatan karaoke bersama tidak hanya bapak-bapaknya tapi ibu-ibunya juga kadang mengikuti kegiatan tersebut walaupun mayoritas yang ikut bapak-bapaknya. Akan tetapi sangat di sayangkan, kegiatan tersebut  tidak pernah di ikuti oleh waraga yang masih muda-muda atau yang masih pelajar dan mahasiswa.

1)      Nilai positif

Ada beberapa nilai positif dari kegiatan karaoke bersama. Kita dapat bersosialisasi dengan tetangga yang lain bila mengikuti kebiasaan tersebut. kita bisa jadi lebih dekat dengan tetangga-tetangga kita. Karena bila ada suatu masalah yang terjadi di rumah kita orang pertama yang dapat membantu kita adalah tetangga kita. Hal positif lainnya adalah karena yang mengikuti kegiatan tersebut adalah warga yang terdiri dari berbagai macam kebudayaan, kita dapat belajar kebudayaan yang orang lain yang berbeda dari kebudayaan kita. Kita juga dapat mengetahui kebiasaan-kebiasaan mereka yang berbeda dari kita. Hal tersebut dapat menmbah pengetahuan umum kita.

2)      Nilai negatif

Ada dua nilai negatif yang menurut saya ada dari kegiatn karaoke bersama tersebut. yang pertama adalah masalah waktu, karaoke tersut diadakan pada malam hari dan selai pada pagi hari. Jadi dapat menggangu warga yang lain dengan suara-suara yang ditimbulkan. Terutama dapat mngganggu jam tidur anak kecil. Suara yang dihasilkan dari kegiatan tersebut lumayan kencang, karena dapat terdengar hingga rumah saya. Padahal rumah saya berada lumayan jauh dari tempat karaoke tersebut. Yang kedua adalah kurangnya sosialisasi ke anak mudanya, karena yang biasanya mengikuti kegiatan tersebut adalah bapak-bapak atau ibu-ibunya. Jadi anak mudanya tidak pernah mengikuti kegiatan tersebut sehingga menurut saya anak mudanya jarang bersosialisasi.

 

 

2.       Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan budaya dan berikan contoh !

 

Menurut saya saat ini ada banyak hal atau faktor yang mempengaruhi perubahan budaya. Seperti bertambahnya jumlah penduduk, faktor globalisasi, teknologi dan lain-lain. Akan tetapi menurut saya yang paling mencolok adalah karena faktor teknologi dan faktor globalisasi. Karena menurut saya kedua faktor tersebut saling berhubungan. Kalau tidak ada teknologi mungkin kita tidak bisa belajar budaya dari luar dan begitupun sebaliknya. Saya akan mengambil contoh mengambil perubahan kebudayaan pada anak-anak. Menurut saya anak-anak jaman sekarang sudah dewasa sebelum umurnya. Anak-anak jaman sekarang beda dengan yang jaman dulu atau jaman saya. Sekarang anak-anak semenjak kecil sudah melakukan sesuatu yang menurut saya baru pantas di lakukan oleh mereka yang sudah remaja. Jaman sekarang anak-anak SD sudah ada yang pacaran bahkan sudah banyak yang pacaran. Anak kelas satu atau dua SDpun sudah ada yang pacaran. Padahal pada jaman saya yang biasanya sudah pacaran itu yang sudah di atas kira-kira kelas 4 SD dan itupun tidak banyak yang pacaran. Beda sama jaman sekarang yang pacaran pada anak-anka sudah di anggap biasa saja. Tidak hanya itu anak-anak jaman sekarang juga sudah terbiasa dengan kekerasan. Sayapun menyaksikan sendiri kekerasn tersebut. Saya melihat anak-anak kecil yang ikut tawuran. Mungkin apa yang mereka lakukan tidak bisa di bilang tawuran. Tapi mirip dengan tawuran. Jadi ada selisih paham antara sekelompok anak kecil dengan sekelompok anak kecil lainnya. Mereka akan menyelesaikannya dengan menggunakan kekerasan. Ada beberapa dari mereka yang membawa batang kayu untuk di jadikan senjata. Bahkan salah satu dari anak tersebut saya yakin sekali masih TK atau kelas satu SD. Untugnya tawuran itu tidak terjadi karena ada bapak-bapak yang melerai mereka. Menurut saya contoh-contoh diatas terjadi karena sekarang ini sudah jarang sekali hiburan yang di tujukan untuk anak-anak. Seperti lagu-lagu, film, sinetron, dan lain-lain. Sinetron dan lagu-lagu yang di mainkan oleh anak-anakpun sudah mengangkat tema cinta dan beberapa sudah terpengaruhi oleh budaya luar. Jadilah anak-anak jaman sekarang sudah dewasa sebelum umurnya.

Sedikit tambahan dari faktor globalisasi, yaitu masuknya budaya luar ke Indonesia. Jadi saat saya pulang kuliah di angkot saya ada 3 orang anak perempuan muda yang menurut saya masih sekitaran SMA. Mereka sedang membicarakan mengenai rencana mereka dan saya tidak sengaja mendengar karena suara mereka cukup keras. Penilaian saya pada saat melihat mereka sudah negatif, karena di angkot salah satu dari mereka menggunakan hot pant yang sangat pendek. Awalnya saya tidak mau berpikiran negatif, tapi setelah mendengar pembicaraan mereka saya langsung berpikiran negatif walaupun saya seharusnya tidak boleh berpikiran seperti itu. Jadi dari apa yang saya tangkap dari pembicaraan mereka, mereka akan ke suatu hotel di bogor, untuk bertemu dengan seorang laki-laki yang akan membayar mereka. Mau tak mau pikiran saya langsung negatif apa lagi salah satu dari mereka bertutur “abang gue maunya sama dia, nanti lo sama si ‘nama’ aja”. Temannya  membalas “gue gak mau sama si ‘nama’ kalo cuma dapet 100rb mah gue bisa minta dari bokap gue”. Bukan hanya itu yang bikin saya berpikiran negatif, tapi ada lagi “kita kalau ke poltangen jam 1an nanti dimarahin.” Ucap salah satu dari mereka. “nanti kita naik kereta nyampe bogor paling jam 9an, nyampe hotel jam 10an nyampe sana nanti langsung itu jam 11an juga udah selesai. Nyampe poltangen jam sebelum jam 12an.” Jawab salah satu dari mereka. Kira-kira seperti itulah obrolan dari mereka yang membuat saya berpikiran negatif. Saya merasa sedikit kaget karena mereka bisa dengan nyaman membicarakan hal tersebut di tempat umum dan mereka tidak malu. Dan juga umur mereka yang menurut saya masih muda sudah melakukan hal tersebut menbuat saya menggelengkan kepala. Menurut saya mereka dari orang yang mungkin punya atau biasa-biasa aja, yang tidak putus asa untuk mencari uang. Menurut saya kalau pra-sangka negatif saya benar itu merupakan pengaruh dari globalisasi karena mereka sudah terpengaruh oleh dunia barat yang bebas.

 

3.       Ilmu budaya dasar sering dihubungkan dengan kesussastraan dalam prosa dan puisi. Berikan contoh-contoh nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra baik puisi dan prosa ! (minimal 2)

 

a.       Puisi

1. PESONA BUNGA YANG SIRNA

 Puisi Erick Hidayat

 

Tangisan dari harapan

 dan goresan dari ingatan,

 kini menjelma kembali di lubuk hati.

 Ya...ketika pertama kali aku mengagumi

 kepolosan dan kemurnian dari setangkai bunga yang wangi.

 

Dua musim kulalui bersamanya dalam ikatan janji

 saling menyayangi. Siang dan malam pun kunikmati

 seiring dengan warna-warni bumi.

 Wanginya yang khas senantiasa hiasi

 hari-hariku menjadi jauh lebih berarti.

 Oh…betapa bahagianya hati ini.

 

Namun, seiring dengan waktu berlalu.

 Rasa sayangku pada bunga itu perlahan-lahan memudar.

 Segala corak dan warna yang dulu sempat kukagumi pun seketika sirna.

 Karena dia. Ya...karena dia telah mengkhianati janji

 dan kesetiaan yang selama ini kukemas rapi dalam hati.

 Sunggguh aku tak mengerti. Betapa mudahnya ia melepas diri

 setelah sekian lama aku merawat dan menjaganya sepenuh hati.

 

Aku tak mampu menahan pedihnya luka ini.

 Hingga akhirnya aku pasrah diri. Dan berjanji

 untuk meninggalkannya. Karena tak mungkin,

 tak mungkin aku menghirup kembali

 aroma bunga yang sudah tidak wangi lagi.

 Tak mungkin aku bisa menjamah lagi

 tangkai bunga yang sudah dipenuhi duri.

 

Mungkin suatu saat nanti dia akan mengerti,

 dia akan menyesali atas durinya yang telah menyakiti.

 Itupun jika ia masih memiliki hati nurani.

 Dan, andai saja nanti

 Aku menemukan kembali bunga yang wangi,

 Kuharap corak dan warnanya jauh lebih berarti.

 dan wanginya kan slalu abadi dalam hati

 

Nilai-nilai yang dapat di ambil pembaca dari puisi di atas adalah kita dapat mengetahui pikiran atau perasaan penulis saat membaca puisi tersebut. Di dalam puisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa penulis sudah pernah mengalami perasaan patah hati. Akan tetapi walau ia patah hati ia masih bersikap positif dengan berpikir bahwa di masa depan masih ada yang lebih baik. Penulis tersebut juga menurut saya telah mewakilkan perasaan dari banyak orang. Karena saya yakin bahwa hampir semua orang pasti pernah patah hati. Jadi puisi tersebut juga menafsirkan perasaan dari orang banyak. Dari puisi itu kita bisa belajar bahwa kita tetap harus maju terus tidak boleh hidup terus-terusan di masa lalu, kita harus percaya bahwa masa depan akan lebih indah. Dan bahwa kita tidak boleh berkhianat, karena dikhianati itu sangat menyakitkan dan kita dapat menyesal di kemudian hari.

 

2. NUANSA BUDAYA INDONESIA

Oleh Destriani Hamidah

 

Indahnya negeri ini

dalam buaian ibu pertiwi

negri ini di penuhi dengan keberagaman

nuansa keindahan budaya indonesia

 

Bangsa ini kaya akan budaya

penuh dengan symphoni yang indah

mengapa tidak kita lestarikan ?

mengapa tidak kita pertahankan ?

 

Ini bangsa kita..

ini negri kita..

ini kebudayaan kita..

kita hidup, kita dewasa dalam negeri tercinta ini

 

Kini saatnya untuk kita saling bersatu

saling melestarikan budaya

saling menjaga apa yang akan kita lestarikan

dan mempertahankan nuansa budaya indonesia.

 

Nilai-nilai yang dapat di ambil pembaca dari puisi tersebut adalah bahwa kita dapat mengetahui pemikiran penulis yang menurut saya menganggap bahwa kebudayaan Indonesia kurang di lestarikan. Sang penulis menulis puisi ini mungkin karena telah beberapa kali kebudayaan Indonesia telah diakui oleh negara lain. Menurut saya sang penulis membantu para pembaca yang berpikiran sama dengannya untuk mengemukakan pendapat. Bahwa kita harus melestarikan budaya-budaya yang ada di Indonesia sebelum budaya kita di akui oleh orang lain. Jadi menurut saya sang penulis ingin mengajak kita bersatu untuk melestarikan budaya Indonesia sebelum budaya kita diakui lagi oleh budaya lain. Penulis juga mengajak untuk dari sekarang melestarikan budaya kita bukan hanya pada saat budaya kita di akui orang lain baru kita berbondong-bondong untuk melestarikannya.

 

b.      Prosa

1. VALENTINE

 Karya : Putu Wijaya

 

Ami heboh membongkar-bongkar almari. Dia mencari baju yang berwarna pink. Setidak-tidaknya yang bernuansa pink. Ada pesta Valentine di kampus. Warna itu menjadi tiket masuk. Warna lain akan ditolak. Kecuali mau beli kaus oblong dari panitia yang berwarna pink. Tapi harganya selangit.

 

“Buat apa beli kaus oblong 200 ribu, kan pakainya juga hanya sekali,”kata Ami terus membongkar.

 

Bu Amat ikut membantu Ami mencari-cari, sampai-sampai terlambat menyiapkan makan malam. Amat langsung protes.

 

“Kenapa sih pakai ikut-ikutan valentin-valentinan. Itu kan bukan budaya kita!”

 

Ami dan ibunya tidak peduli.

 

“Mana makannya? Nanti maag-ku kumat!”

 

Bu Amat tak mendwengar. Ia terus membantu Ami mencari. Amat jadi kesal. Tapi makin dia kesal, makin Ami dan Bu Amat lebih tidak peduli. Amat jadi marah. Dia salin pakaian, lalu keluar rumah.

 

“Ke mana Pak?”

 

“Mau ikut valentine!” kata Amat tanpa menoleh.

 

Amat ke tukang sate di tikungan. Dia mau makan enak. Tapi ternyata tidak jualan. Orangnya kelihatan mau berangkat kundangan. Dia tersenyum melihat Amat datang.

 

“Mau ke situ juga Pak Amat?”

 

“Ke situ ke mana? Mau cari makan ini. Kenapa tutup?”

 

“Kan hari besar pak Amat.”

 

“Ah sejak kapan tukang sate ikut-ikutan valentine?”

 

“Bukan. Saya mau ke tempat Yuk Lee, kan ada makan-makan. Pak Amat mau ke situ juga kan?”

 

“Lee?”

 

“Ya”

 

“Sejak kapan di situ diundang Yuk Lee?”

 

“Ya namanya juga silaturahmi Pak Amat. Tidak perlu undangan. Kalau kita tahu ya harus datang. Saya kan langganan tetap dia dulu waktu masih jualan kue. Ayo ikutan.”

 

“Ah, mau cari makan ni!”

 

“Makan di situ saja, pasti enak semua! Yuk Lee pasti seneng kalau Pak Amat datang. Ayo Pak!”

 

Tukang sate itu menstater motornya.

 

“Ya sudah, ikut sampai di alun-alun, nanti turun di situ, makan ketupat!”

 

Amat naik ke boncengan. Tapi kemudian tidak turun di alun-alun, sebab asyik ngobrol. Tahu-tahu sudah sampai ke rumah Lee.

 

“Lho kok jadi ke sini?” kata Amat kaget.

 

Tukang sate hanya nyengir. Amat hampir saja mau kabur, tapi Lee muncul. Dia berteriak menyapa tukang sate. Waktu melihat Amat dia langsung datang dan mengguncang tangan Amat.

 

“Terimakasih pak Amat, terimakasih sudah datang. Tumben ini. Mimpi apa saya Pak Amat mau datang? Kebetulan semua pada sedang makan ini. Ayo cepetan masuk, Pak Amat. Jangan di luar, ke dalam saja!”

 

Amat dan tukang sate dibawa masuk ke dalam rumah. Ternyata dalam rumah lebar dan mewah. Padahal darii luar kelihatan sederhana. Lee memang kaya-raya, tapi tidak pernah pamer menunjukkan kekayaannya. Dia mulai dari jualan kue. Tiap hari istri dan anak-anaknya keliling. Lama-lama meningkat. Dasar ulet, sekarang tokonya ada lima. Mobilnya banyak. Tapi hubungannya dengan orang-orang yang dulu menjadi langganan kuenya tetap baik.

 

“Terimakasih Pak Amat, sudah mau datang ke rumah kami,”kata istri Lee menyambut.

 

Amat kemudian diperkenalkan kepada ketujuh putra-putri Lee. Ada yanhg sekolah di Amerika. Ada yang di Australia. Ada yang di Singapura. Ada juga yang di Hong Kong. Yang paling besar di rumah membantu Lee.

 

Amat malu sekali, seakan-akan Lee tahu dia datang untuk cari makan. Mula-mula Amat hanya sekedar nyicip. Tapi setelah melihat tukang sate dan tamu-tamu lain makan dengan rakus, Amat jadi lupa daratan. Ia makan sekenyang-kenyangnya.

 

Banyak sekali tamu datang silih berganti. Lee tak sempat lagi ngobrol dengan Amat. Dan ketika pulang, tak sempat lagi pamitan, sebab tamu semakin malam semakin melimpah. Diam-diam Amat dan tukang sate itu meninggalkan rumah Lee.

 

“Heran sudah kaya raya begitu, tamu-tamunya semua kok kelas naik motor seperti kita. Nggak ada mobil-mobil mewah ya,”kata Amat.

 

Tukang sate ketawa.

 

“Yang naik mobil nggak akan mau datang Pak Amat.”

 

“Kenapa?”

 

“Pasti malu,”

 

“Lho kenapa? Kan silaturahmi?”

 

“Nanti dikira cari Ang Pao.”

 

“Ang Pao?”

 

“Ya. Kalau buat kita sih rezeki. Orang-orang pakai mobil itu mana mau dapat amplop begini,:kata tukang sate merogoh dari sakunya dan menyerahkan pada Amat, ”ini untuk Pak Amat!”

 

Amat terkejut menerima amplop itu.

 

“Untuk saya ini?”

 

“Ya untuk pak Amat.”

 

“Bukannya untu di situ saja.”

 

“Saya sudah dapat Pak Amat. Tadi istri Lee sengaja ngasih lewat saya, dia tahu pak Amat pasti tidak akan mau kalau dikasih langsung.”

 

Amat tertegun.

 

“Gimana? Apa untuk saya saja?”

 

Sekarang jelas. Banyak yang datang ke rumah Lee, karena mengejar ang pao. Amat jadi malu. Ia ingin sekali mengembalikan amplop itu. Tapi tak mungkin. Itu bisa jadi salah paham.

 

“Gimana pak Amat? Untuk saya saja?”

 

Hampuir saja Amat mau menyerahkan amplop itu. Tapi jari tangannya merasakan amplop itu tebal. Ia jadi merasa saying.

 

“Ini tradisi mereka ya?”

 

“Betul pak Amat. Setiap tahun saya selalu ke situ. Tahun lalu juga. Isinya lumayan. Bagaimana itu untuk saya saja?”

 

“Tapi ini tradisi mereka kan?”

 

“Betul pak Amat.”

 

“Bukan soal uangnya, tapi soal tradisi kan? Kita menghormati tradisi kan?”

 

“Betul.”

 

“Ya sudah. Demi silahturahmi, saya terima ini. Terimakasih sudah ngajak ke situ tadi.”

 

“Tapi amplopnya untuk saya kan?”

 

Amat menggeleng.

 

“Meskipun Lee tidak melihat, kalau amplop ini saya berikan situ, berarti saya tidak menghargai Lee. Itu tidak baik. Jadi saya terima saja untuk silahturahmi.”

 

Amat lalu mengulurkan tangan. Mereka bersalaman. Tukang sate nampak gembira.

 

“Yuk Lee pasti senang sekali Pak Amat menerima amplop itu. Tadinya istrinya sudah berpesan, kalau pak Amat tidak mau, ya buat saya saja. Apa buat saya saja Pak Amat?”

 

Amat ketawa. Tanpa menjawab lagi dia pulang. Rasanya tubuhnya berisi. Di kantungnya ada amplop yang menurut ketebalannya tidak akan kurang dari satu juta. Sambil bersiul-siul, Amat masuk ke dalam rumah.

 

Ami kelihatan nongkrong di depan televisi bersama Bu Amat.

 

“Lho tidak ikut valentine?”

 

“Nggak ada baju pink.”

 

“Beli saja!”

 

“Duitnya dari mana?”

 

Amat ketawa. Dia merogoh amplop dan menyerahkan pada Ami.

 

“Nih. Lebihnya untuk Ibu.”

 

Ami dan Bu Amat melirik amplop itu dengan heran. Amat langsung saja menembak.

 

“Kita ini masyarakat plural, jadi harus bisa hidup saling menghargai. Itu namanya silahturahmi,”kata Amat.

 

Ami diam saja.

 

“Coba kalau tadi ngomong begitu, Ami sudah berangkat,”kata Bu Amat, “Bapak ini selalu terlambat!”

 

Nilai-nilai yang bisa diambil pembaca dari cerpen tersebut adalah bahwa cerpen di atas menghibur dan menghibur dan meberikan kesenangan saat membaca. Banyak nilai-nilai yang terkandung pada cerpen diatas. Nilai yang kentara adalah saat orang yang sudah berhasil atau bisa di bilang kaya merka suka mengadakan hajatan dan membagi-bagikan angpau pada orang yang membutuhkan. Tidak hanya pada orang yang membutuhkan, tapi juga pada orng yang biasa-biasa saja. Sang penulis mungkin pernah mengalami kejadian tersebut entah sebagai penerima atau sebagai pemberi. Kita juga dapat melihat bahwa kebudayaan Barat yang ada pada cerpen tersebut yaitu merayakan valentine. Menurut saya cerpen di atas mengambarkan kehidupan yang biasa dilakukan oleh orang Indonesia.

 

2. SANGKURIANG

 

Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.

 

Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.

 

Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.  

 

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.

 

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat.

 

Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.

 

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.

 

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.

 

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.

 

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.

 

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

 

Nilai-nilai yang dapat diambil pembaca pada dongeng diatas adalah dongeng di atas menghibur dan dapat memberitahu kita tentang segelintir kebiasaan-kebiasaan yang di lakukan orang pda jaman dulu. Dongeng di atas mengajarkan kita untuk jangan pernah berbohong. Lebih baik jujur dari pada berbohong. Kerena kalu kita berbohong kita akan mendapat balasannya. Dongeng tersebut menjelaskan bahwa penyesalan pasti akan datang dikemudian hari.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar