1.
Selidiki kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku di lingkungan anda, berikan pendapat tentang nilai-nilai yang
berlaku pada lingkungan tersebut !
Menurut saya di daerah tempat tinggal saya tidak
ada kebiasaan-kebiasaan yang aneh. Saya sudah sejak dulu tinggal di dalam
sebuah komplek yang orang-orangnya berasal dari berbagai macam daerah dan
mempunyai berbagai macam budaya. Saya akan menceritakan kebiasaan yang sering
di lakukan oleh orang-orang terutama bapak-bapak di lingkungan atau RT saya. Biasanya
bapak-bapak di lingkungan saya suka mengadakan karaoke bersama. Mereka melakukan
kegiatan tersebut 2 bulan sekali. Biasanya mereka akan mendirikan tenda kecil
untuk kegiatan tersebut. Mereka akan mengeluarkan kursi-kursi, organ, mic,
sound system kecil dan lain-lain untuk acara tersebut. Biasanya acara tersebut
di adakan di depan salah satu rumah warga. Acara tersebut di adakan malam hari
hingga pagi mungkin sekitar jam 2an pagi. Bapak-bapak tersebut akan bergantian
menyanyi, dan ada pula yang akan bermain organ. Mereka akan bernyanyi berbagai
jenis lagu mulai dari dangdut, pop, rock, jazz, dan lain-lain. Tidak hanya itu
mereka juga akan menyanyikan lagu dari berbagai era dan bahasa, mulai dari lagu
tahun 70an hingga lagu yang baru seperti butiran debu dan someone like you juga
di nyanyikan oleh mereka. Yang mengikuti kegiatan karaoke bersama tidak hanya
bapak-bapaknya tapi ibu-ibunya juga kadang mengikuti kegiatan tersebut walaupun
mayoritas yang ikut bapak-bapaknya. Akan tetapi sangat di sayangkan, kegiatan
tersebut tidak pernah di ikuti oleh
waraga yang masih muda-muda atau yang masih pelajar dan mahasiswa.
1)
Nilai positif
Ada beberapa nilai
positif dari kegiatan karaoke bersama. Kita dapat bersosialisasi dengan
tetangga yang lain bila mengikuti kebiasaan tersebut. kita bisa jadi lebih
dekat dengan tetangga-tetangga kita. Karena bila ada suatu masalah yang terjadi
di rumah kita orang pertama yang dapat membantu kita adalah tetangga kita. Hal positif
lainnya adalah karena yang mengikuti kegiatan tersebut adalah warga yang
terdiri dari berbagai macam kebudayaan, kita dapat belajar kebudayaan yang
orang lain yang berbeda dari kebudayaan kita. Kita juga dapat mengetahui
kebiasaan-kebiasaan mereka yang berbeda dari kita. Hal tersebut dapat menmbah
pengetahuan umum kita.
2)
Nilai negatif
Ada dua nilai
negatif yang menurut saya ada dari kegiatn karaoke bersama tersebut. yang
pertama adalah masalah waktu, karaoke tersut diadakan pada malam hari dan selai
pada pagi hari. Jadi dapat menggangu warga yang lain dengan suara-suara yang
ditimbulkan. Terutama dapat mngganggu jam tidur anak kecil. Suara yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut lumayan kencang, karena dapat terdengar
hingga rumah saya. Padahal rumah saya berada lumayan jauh dari tempat karaoke
tersebut. Yang kedua adalah kurangnya sosialisasi ke anak mudanya, karena yang
biasanya mengikuti kegiatan tersebut adalah bapak-bapak atau ibu-ibunya. Jadi anak
mudanya tidak pernah mengikuti kegiatan tersebut sehingga menurut saya anak
mudanya jarang bersosialisasi.
2.
Jelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan budaya dan berikan contoh
!
Menurut saya saat ini ada banyak hal atau faktor
yang mempengaruhi perubahan budaya. Seperti bertambahnya jumlah penduduk,
faktor globalisasi, teknologi dan lain-lain. Akan tetapi menurut saya yang
paling mencolok adalah karena faktor teknologi dan faktor globalisasi. Karena
menurut saya kedua faktor tersebut saling berhubungan. Kalau tidak ada
teknologi mungkin kita tidak bisa belajar budaya dari luar dan begitupun
sebaliknya. Saya akan mengambil contoh mengambil perubahan kebudayaan pada
anak-anak. Menurut saya anak-anak jaman sekarang sudah dewasa sebelum umurnya. Anak-anak
jaman sekarang beda dengan yang jaman dulu atau jaman saya. Sekarang anak-anak
semenjak kecil sudah melakukan sesuatu yang menurut saya baru pantas di lakukan
oleh mereka yang sudah remaja. Jaman sekarang anak-anak SD sudah ada yang
pacaran bahkan sudah banyak yang pacaran. Anak kelas satu atau dua SDpun sudah
ada yang pacaran. Padahal pada jaman saya yang biasanya sudah pacaran itu yang
sudah di atas kira-kira kelas 4 SD dan itupun tidak banyak yang pacaran. Beda sama
jaman sekarang yang pacaran pada anak-anka sudah di anggap biasa saja. Tidak hanya
itu anak-anak jaman sekarang juga sudah terbiasa dengan kekerasan. Sayapun menyaksikan
sendiri kekerasn tersebut. Saya melihat anak-anak kecil yang ikut tawuran. Mungkin
apa yang mereka lakukan tidak bisa di bilang tawuran. Tapi mirip dengan
tawuran. Jadi ada selisih paham antara sekelompok anak kecil dengan sekelompok
anak kecil lainnya. Mereka akan menyelesaikannya dengan menggunakan kekerasan. Ada
beberapa dari mereka yang membawa batang kayu untuk di jadikan senjata. Bahkan salah
satu dari anak tersebut saya yakin sekali masih TK atau kelas satu SD. Untugnya
tawuran itu tidak terjadi karena ada bapak-bapak yang melerai mereka. Menurut saya
contoh-contoh diatas terjadi karena sekarang ini sudah jarang sekali hiburan
yang di tujukan untuk anak-anak. Seperti lagu-lagu, film, sinetron, dan lain-lain.
Sinetron dan lagu-lagu yang di mainkan oleh anak-anakpun sudah mengangkat tema
cinta dan beberapa sudah terpengaruhi oleh budaya luar. Jadilah anak-anak jaman
sekarang sudah dewasa sebelum umurnya.
Sedikit tambahan dari faktor globalisasi, yaitu
masuknya budaya luar ke Indonesia. Jadi saat saya pulang kuliah di angkot saya
ada 3 orang anak perempuan muda yang menurut saya masih sekitaran SMA. Mereka sedang
membicarakan mengenai rencana mereka dan saya tidak sengaja mendengar karena
suara mereka cukup keras. Penilaian saya pada saat melihat mereka sudah
negatif, karena di angkot salah satu dari mereka menggunakan hot pant yang
sangat pendek. Awalnya saya tidak mau berpikiran negatif, tapi setelah
mendengar pembicaraan mereka saya langsung berpikiran negatif walaupun saya
seharusnya tidak boleh berpikiran seperti itu. Jadi dari apa yang saya tangkap
dari pembicaraan mereka, mereka akan ke suatu hotel di bogor, untuk bertemu
dengan seorang laki-laki yang akan membayar mereka. Mau tak mau pikiran saya
langsung negatif apa lagi salah satu dari mereka bertutur “abang gue maunya
sama dia, nanti lo sama si ‘nama’ aja”. Temannya membalas “gue gak mau sama si ‘nama’ kalo cuma
dapet 100rb mah gue bisa minta dari bokap gue”. Bukan hanya itu yang bikin saya
berpikiran negatif, tapi ada lagi “kita kalau ke poltangen jam 1an nanti
dimarahin.” Ucap salah satu dari mereka. “nanti kita naik kereta nyampe bogor
paling jam 9an, nyampe hotel jam 10an nyampe sana nanti langsung itu jam 11an
juga udah selesai. Nyampe poltangen jam sebelum jam 12an.” Jawab salah satu dari
mereka. Kira-kira seperti itulah obrolan dari mereka yang membuat saya
berpikiran negatif. Saya merasa sedikit kaget karena mereka bisa dengan nyaman
membicarakan hal tersebut di tempat umum dan mereka tidak malu. Dan juga umur
mereka yang menurut saya masih muda sudah melakukan hal tersebut menbuat saya
menggelengkan kepala. Menurut saya mereka dari orang yang mungkin punya atau
biasa-biasa aja, yang tidak putus asa untuk mencari uang. Menurut saya kalau
pra-sangka negatif saya benar itu merupakan pengaruh dari globalisasi karena
mereka sudah terpengaruh oleh dunia barat yang bebas.
3.
Ilmu budaya
dasar sering dihubungkan dengan kesussastraan dalam prosa dan puisi. Berikan contoh-contoh
nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra baik puisi dan prosa ! (minimal
2)
a.
Puisi
1. PESONA BUNGA
YANG SIRNA
Puisi Erick Hidayat
Tangisan dari
harapan
dan goresan dari ingatan,
kini menjelma kembali di lubuk hati.
Ya...ketika pertama kali aku mengagumi
kepolosan dan kemurnian dari setangkai bunga
yang wangi.
Dua musim kulalui
bersamanya dalam ikatan janji
saling menyayangi. Siang dan malam pun
kunikmati
seiring dengan warna-warni bumi.
Wanginya yang khas senantiasa hiasi
hari-hariku menjadi jauh lebih berarti.
Oh…betapa bahagianya hati ini.
Namun, seiring
dengan waktu berlalu.
Rasa sayangku pada bunga itu perlahan-lahan
memudar.
Segala corak dan warna yang dulu sempat
kukagumi pun seketika sirna.
Karena dia. Ya...karena dia telah mengkhianati
janji
dan kesetiaan yang selama ini kukemas rapi
dalam hati.
Sunggguh aku tak mengerti. Betapa mudahnya ia
melepas diri
setelah sekian lama aku merawat dan menjaganya
sepenuh hati.
Aku tak mampu
menahan pedihnya luka ini.
Hingga akhirnya aku pasrah diri. Dan berjanji
untuk meninggalkannya. Karena tak mungkin,
tak mungkin aku menghirup kembali
aroma bunga yang sudah tidak wangi lagi.
Tak mungkin aku bisa menjamah lagi
tangkai bunga yang sudah dipenuhi duri.
Mungkin suatu saat
nanti dia akan mengerti,
dia akan menyesali atas durinya yang telah
menyakiti.
Itupun jika ia masih memiliki hati nurani.
Dan, andai saja nanti
Aku menemukan kembali bunga yang wangi,
Kuharap corak dan warnanya jauh lebih berarti.
dan wanginya kan slalu abadi dalam hati
Nilai-nilai yang
dapat di ambil pembaca dari puisi di atas adalah kita dapat mengetahui pikiran
atau perasaan penulis saat membaca puisi tersebut. Di dalam puisi tersebut kita
dapat mengetahui bahwa penulis sudah pernah mengalami perasaan patah hati. Akan
tetapi walau ia patah hati ia masih bersikap positif dengan berpikir bahwa di
masa depan masih ada yang lebih baik. Penulis tersebut juga menurut saya telah
mewakilkan perasaan dari banyak orang. Karena saya yakin bahwa hampir semua orang
pasti pernah patah hati. Jadi puisi tersebut juga menafsirkan perasaan dari
orang banyak. Dari puisi itu kita bisa belajar bahwa kita tetap harus maju
terus tidak boleh hidup terus-terusan di masa lalu, kita harus percaya bahwa
masa depan akan lebih indah. Dan bahwa kita tidak boleh berkhianat, karena
dikhianati itu sangat menyakitkan dan kita dapat menyesal di kemudian hari.
2. NUANSA BUDAYA
INDONESIA
Oleh Destriani
Hamidah
Indahnya negeri ini
dalam buaian ibu
pertiwi
negri ini di penuhi
dengan keberagaman
nuansa keindahan
budaya indonesia
Bangsa ini kaya
akan budaya
penuh dengan
symphoni yang indah
mengapa tidak kita
lestarikan ?
mengapa tidak kita
pertahankan ?
Ini bangsa kita..
ini negri kita..
ini kebudayaan
kita..
kita hidup, kita
dewasa dalam negeri tercinta ini
Kini saatnya untuk
kita saling bersatu
saling melestarikan
budaya
saling menjaga apa
yang akan kita lestarikan
dan mempertahankan
nuansa budaya indonesia.
Nilai-nilai yang
dapat di ambil pembaca dari puisi tersebut adalah bahwa kita dapat mengetahui
pemikiran penulis yang menurut saya menganggap bahwa kebudayaan Indonesia
kurang di lestarikan. Sang penulis menulis puisi ini mungkin karena telah
beberapa kali kebudayaan Indonesia telah diakui oleh negara lain. Menurut saya
sang penulis membantu para pembaca yang berpikiran sama dengannya untuk
mengemukakan pendapat. Bahwa kita harus melestarikan budaya-budaya yang ada di
Indonesia sebelum budaya kita di akui oleh orang lain. Jadi menurut saya sang
penulis ingin mengajak kita bersatu untuk melestarikan budaya Indonesia sebelum
budaya kita diakui lagi oleh budaya lain. Penulis juga mengajak untuk dari
sekarang melestarikan budaya kita bukan hanya pada saat budaya kita di akui
orang lain baru kita berbondong-bondong untuk melestarikannya.
b.
Prosa
1. VALENTINE
Karya : Putu Wijaya
Ami heboh
membongkar-bongkar almari. Dia mencari baju yang berwarna pink.
Setidak-tidaknya yang bernuansa pink. Ada pesta Valentine di kampus. Warna itu
menjadi tiket masuk. Warna lain akan ditolak. Kecuali mau beli kaus oblong dari
panitia yang berwarna pink. Tapi harganya selangit.
“Buat apa beli kaus
oblong 200 ribu, kan pakainya juga hanya sekali,”kata Ami terus membongkar.
Bu Amat ikut
membantu Ami mencari-cari, sampai-sampai terlambat menyiapkan makan malam. Amat
langsung protes.
“Kenapa sih pakai
ikut-ikutan valentin-valentinan. Itu kan bukan budaya kita!”
Ami dan ibunya
tidak peduli.
“Mana makannya?
Nanti maag-ku kumat!”
Bu Amat tak
mendwengar. Ia terus membantu Ami mencari. Amat jadi kesal. Tapi makin dia
kesal, makin Ami dan Bu Amat lebih tidak peduli. Amat jadi marah. Dia salin
pakaian, lalu keluar rumah.
“Ke mana Pak?”
“Mau ikut
valentine!” kata Amat tanpa menoleh.
Amat ke tukang sate
di tikungan. Dia mau makan enak. Tapi ternyata tidak jualan. Orangnya kelihatan
mau berangkat kundangan. Dia tersenyum melihat Amat datang.
“Mau ke situ juga
Pak Amat?”
“Ke situ ke mana?
Mau cari makan ini. Kenapa tutup?”
“Kan hari besar pak
Amat.”
“Ah sejak kapan
tukang sate ikut-ikutan valentine?”
“Bukan. Saya mau ke
tempat Yuk Lee, kan ada makan-makan. Pak Amat mau ke situ juga kan?”
“Lee?”
“Ya”
“Sejak kapan di
situ diundang Yuk Lee?”
“Ya namanya juga
silaturahmi Pak Amat. Tidak perlu undangan. Kalau kita tahu ya harus datang.
Saya kan langganan tetap dia dulu waktu masih jualan kue. Ayo ikutan.”
“Ah, mau cari makan
ni!”
“Makan di situ
saja, pasti enak semua! Yuk Lee pasti seneng kalau Pak Amat datang. Ayo Pak!”
Tukang sate itu
menstater motornya.
“Ya sudah, ikut
sampai di alun-alun, nanti turun di situ, makan ketupat!”
Amat naik ke
boncengan. Tapi kemudian tidak turun di alun-alun, sebab asyik ngobrol.
Tahu-tahu sudah sampai ke rumah Lee.
“Lho kok jadi ke
sini?” kata Amat kaget.
Tukang sate hanya
nyengir. Amat hampir saja mau kabur, tapi Lee muncul. Dia berteriak menyapa
tukang sate. Waktu melihat Amat dia langsung datang dan mengguncang tangan
Amat.
“Terimakasih pak
Amat, terimakasih sudah datang. Tumben ini. Mimpi apa saya Pak Amat mau datang?
Kebetulan semua pada sedang makan ini. Ayo cepetan masuk, Pak Amat. Jangan di
luar, ke dalam saja!”
Amat dan tukang
sate dibawa masuk ke dalam rumah. Ternyata dalam rumah lebar dan mewah. Padahal
darii luar kelihatan sederhana. Lee memang kaya-raya, tapi tidak pernah pamer
menunjukkan kekayaannya. Dia mulai dari jualan kue. Tiap hari istri dan
anak-anaknya keliling. Lama-lama meningkat. Dasar ulet, sekarang tokonya ada
lima. Mobilnya banyak. Tapi hubungannya dengan orang-orang yang dulu menjadi
langganan kuenya tetap baik.
“Terimakasih Pak
Amat, sudah mau datang ke rumah kami,”kata istri Lee menyambut.
Amat kemudian
diperkenalkan kepada ketujuh putra-putri Lee. Ada yanhg sekolah di Amerika. Ada
yang di Australia. Ada yang di Singapura. Ada juga yang di Hong Kong. Yang
paling besar di rumah membantu Lee.
Amat malu sekali,
seakan-akan Lee tahu dia datang untuk cari makan. Mula-mula Amat hanya sekedar
nyicip. Tapi setelah melihat tukang sate dan tamu-tamu lain makan dengan rakus,
Amat jadi lupa daratan. Ia makan sekenyang-kenyangnya.
Banyak sekali tamu
datang silih berganti. Lee tak sempat lagi ngobrol dengan Amat. Dan ketika
pulang, tak sempat lagi pamitan, sebab tamu semakin malam semakin melimpah.
Diam-diam Amat dan tukang sate itu meninggalkan rumah Lee.
“Heran sudah kaya
raya begitu, tamu-tamunya semua kok kelas naik motor seperti kita. Nggak ada
mobil-mobil mewah ya,”kata Amat.
Tukang sate ketawa.
“Yang naik mobil
nggak akan mau datang Pak Amat.”
“Kenapa?”
“Pasti malu,”
“Lho kenapa? Kan
silaturahmi?”
“Nanti dikira cari
Ang Pao.”
“Ang Pao?”
“Ya. Kalau buat
kita sih rezeki. Orang-orang pakai mobil itu mana mau dapat amplop begini,:kata
tukang sate merogoh dari sakunya dan menyerahkan pada Amat, ”ini untuk Pak
Amat!”
Amat terkejut
menerima amplop itu.
“Untuk saya ini?”
“Ya untuk pak
Amat.”
“Bukannya untu di
situ saja.”
“Saya sudah dapat
Pak Amat. Tadi istri Lee sengaja ngasih lewat saya, dia tahu pak Amat pasti
tidak akan mau kalau dikasih langsung.”
Amat tertegun.
“Gimana? Apa untuk
saya saja?”
Sekarang jelas.
Banyak yang datang ke rumah Lee, karena mengejar ang pao. Amat jadi malu. Ia
ingin sekali mengembalikan amplop itu. Tapi tak mungkin. Itu bisa jadi salah
paham.
“Gimana pak Amat?
Untuk saya saja?”
Hampuir saja Amat
mau menyerahkan amplop itu. Tapi jari tangannya merasakan amplop itu tebal. Ia
jadi merasa saying.
“Ini tradisi mereka
ya?”
“Betul pak Amat.
Setiap tahun saya selalu ke situ. Tahun lalu juga. Isinya lumayan. Bagaimana
itu untuk saya saja?”
“Tapi ini tradisi
mereka kan?”
“Betul pak Amat.”
“Bukan soal
uangnya, tapi soal tradisi kan? Kita menghormati tradisi kan?”
“Betul.”
“Ya sudah. Demi
silahturahmi, saya terima ini. Terimakasih sudah ngajak ke situ tadi.”
“Tapi amplopnya
untuk saya kan?”
Amat menggeleng.
“Meskipun Lee tidak
melihat, kalau amplop ini saya berikan situ, berarti saya tidak menghargai Lee.
Itu tidak baik. Jadi saya terima saja untuk silahturahmi.”
Amat lalu
mengulurkan tangan. Mereka bersalaman. Tukang sate nampak gembira.
“Yuk Lee pasti senang
sekali Pak Amat menerima amplop itu. Tadinya istrinya sudah berpesan, kalau pak
Amat tidak mau, ya buat saya saja. Apa buat saya saja Pak Amat?”
Amat ketawa. Tanpa
menjawab lagi dia pulang. Rasanya tubuhnya berisi. Di kantungnya ada amplop
yang menurut ketebalannya tidak akan kurang dari satu juta. Sambil
bersiul-siul, Amat masuk ke dalam rumah.
Ami kelihatan
nongkrong di depan televisi bersama Bu Amat.
“Lho tidak ikut
valentine?”
“Nggak ada baju
pink.”
“Beli saja!”
“Duitnya dari
mana?”
Amat ketawa. Dia
merogoh amplop dan menyerahkan pada Ami.
“Nih. Lebihnya
untuk Ibu.”
Ami dan Bu Amat
melirik amplop itu dengan heran. Amat langsung saja menembak.
“Kita ini
masyarakat plural, jadi harus bisa hidup saling menghargai. Itu namanya
silahturahmi,”kata Amat.
Ami diam saja.
“Coba kalau tadi
ngomong begitu, Ami sudah berangkat,”kata Bu Amat, “Bapak ini selalu
terlambat!”
Nilai-nilai yang
bisa diambil pembaca dari cerpen tersebut adalah bahwa cerpen di atas menghibur
dan menghibur dan meberikan kesenangan saat membaca. Banyak nilai-nilai yang
terkandung pada cerpen diatas. Nilai yang kentara adalah saat orang yang sudah
berhasil atau bisa di bilang kaya merka suka mengadakan hajatan dan
membagi-bagikan angpau pada orang yang membutuhkan. Tidak hanya pada orang yang
membutuhkan, tapi juga pada orng yang biasa-biasa saja. Sang penulis mungkin
pernah mengalami kejadian tersebut entah sebagai penerima atau sebagai pemberi.
Kita juga dapat melihat bahwa kebudayaan Barat yang ada pada cerpen tersebut
yaitu merayakan valentine. Menurut saya cerpen di atas mengambarkan kehidupan
yang biasa dilakukan oleh orang Indonesia.
2. SANGKURIANG
Pada jaman dahulu,
di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia
mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat
gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor
anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan
dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu
dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.
Pada suatu hari,
seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya
di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang
sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung
menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang
untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau
mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka
Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya
lagi.
Sesampainya di
rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu
mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok
nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan
perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan
meninggalkan rumahnya.
Setelah kejadian
itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan
meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan
dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa
kecantikan abadi dan usia muda selamanya.
Setelah
bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang
ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena
kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut
bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat
cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan
kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya
lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di
waktu dekat.
Pada suatu hari,
Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum
berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat
kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan
ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip
dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab
lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon
suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat
bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri.
Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada
Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka.
Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya
dianggap angin lalu saja.
Setiap hari Dayang
Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi.
Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia
mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat
memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi
sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama
Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah,
meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang
sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang
menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan
menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya,
Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu
menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja
dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir
menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.
Dayang Sumbi lalu
meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah
di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira
kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya
dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel
dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri.
Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam
air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang
dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban
Perahu.
Nilai-nilai yang
dapat diambil pembaca pada dongeng diatas adalah dongeng di atas menghibur dan
dapat memberitahu kita tentang segelintir kebiasaan-kebiasaan yang di lakukan
orang pda jaman dulu. Dongeng di atas mengajarkan kita untuk jangan pernah
berbohong. Lebih baik jujur dari pada berbohong. Kerena kalu kita berbohong
kita akan mendapat balasannya. Dongeng tersebut menjelaskan bahwa penyesalan pasti
akan datang dikemudian hari.